Skip to main content

KECANTIKAN

Lowongan Kerja Penjahit (Dibutuhkan segera pemagang untuk Tim Produksi) di BABECOM.

LAGI CARI KERJA? INGIN MENDAPAT POSISI DI SEBUAH PERUSAHAAN? TAPI, BELUM PUNYA PENGALAMAN? Nah, program magang atau internship yang sedang dibuka oleh Babecom di Kota Surabaya ini merupakan wadah yang pas untuk kalian (khususnya yang baru lulus SMK Tata Busana). Berikut kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi pemagang di Babecom. Yakni : - Muslimah - Usia max 25 th - Belum menikah - Pendidikan min SMK (SMK Tata Busana diutamakan) - Mengetahui, memahami dan menguasi pembuatan pola, cutting, pengerjaan detailing (terutama untuk busana pria) - Aktif, Kreatif dan Inovatif - Dapat bekerja sama dengan tim dan target - Bersedia bekerja di kantor S&K akan disampaikan saat wawancara Untuk tahu informasi lebih lanjut, kalian bisa hubungi kontak CP Babecom melalui nomor whatsapp : +62 857 9073 3961 Atau, Bisa juga langsung kirim CV kalian melalui e-mail mereka di  babecom.03.08@gmail.com APPLY BEFORE 10 - 09 - 2022 MAGANG DULU, BARU KERJA  😀

Bila Hati Bicara

By : Miftachul Janna
E-mail : jannamiftachul@yahoo.co.id
Website : www.miftachuljanna.blogspot.com


            Aku seorang gadis yang baru saja merasakan malu yang tak berujung. Malu akan diriku sendiri yang lemah. Mungkin fisikku terlihat biasa saja. Namun lihatlah perasaan dan pikiranku, begitu lemah. Perasaan sendiri. Sedih. Dan kosong. Sedangkan yang terjadi dengan pikiranku adalah kegundahan. Kehampaan. Dan tak tahu akan kemana. Entah apa yang belakangan ini sedang mengahantui diriku? Rasa sedih, sepi, sunyi hinggap dan mengacaukan pikiranku.
            “Carissa, kamu maju ke depan kerjakan soal itu!” perintah guruku.
            Aku Carissa. Carissa Liliana Putri lengkapnya. Gadis yang baru saja genap tujuh belas tahun yang sedang duduk dibangku sekolah menegah atas dan sedang mengenyam pendidikan akhir di kelas 3 SMA jurusan IPA. Kini aku hanya terdiam seribu bahasa ketika guru mata pelajaran fisikaku itu memintaku maju ke depan kelas untuk menyelesaikan soal tersebut. Dan na’asnya aku tak bisa. “Astaga, apa yang harus aku tuliskan?” aku mulai gugup dan bertanya-tanya sendiri apa jawaban yang harus aku tuliskan. Bahkan rumuspun aku tak tahu. Bukan tak tahu. Tapi tak ingat. Karena, “Yaa, aku sekarang sudah malas belajar.” Tak seperti lalu-lalu. Aku masuk peringkat 3 besar. Bahkan aku pernah duduk sebagai siswi yang menjadi juara kelas. Tapi itu dulu. Entah lagi sekarang? “Ohh, Tuhan aku takut prestasiku akan turun.” Ujarku. “Aku tak sanggup bila hal itu terjadi.” Aku mulai berpikir keras mengenai diriku sendiri.
            “Ini bagaimana caranya?” aku menoleh kearah belakang, bertanya menuju sosok teman sekelasku yang otaknya jenius itu.
            Diapun membacakan rumus, “Vt = Vo kuadrat – 2gh”
            Tapi apa yang aku dengar, “Vt = F kuadrat – 2gh” itu. Dan jelaslah hasilnya tidak ketemu. Aku berusaha menyelesaikan soal itu sebelum guruku menoleh ke arahku dan melihat jawabanku yang salah itu. Tapi terlambat, dia melihatnya. “Aku malu...” ucapku dalam hati sembari menundukkan kepala.
            Tanpa banyak bicara dia membenarkan jawabanku yang salah. “Untunglah aku tidak dimarahi.” Tapi bodohnya aku, karena yang benar itu lebih baik dimarahi karena seseorang yang marah terhadap perbuatan kita yang salah itu tandanya dia menyayangi kita.
            Seusai itu aku kembali ke tempat dudukku sembari diiringi rasa malu yang tak berujung. “Lihat tuh Carissa si cewek juara kelas yang sekarang enggak berkutik sama soal segampang itu!” mungkin itu yang dikatakan teman-teman yang sedang meledekku. Sekali lagi aku bilang, “Aku malu, Tuhan...”
            Sepulang sekolah aku langsung pulang. Melarikan diri dari kerumunan yang aku rasa sedang meledekku itu. Dalam perjalanan pulang aku hanya termenung. Melamun. Hanya itu. Raut sedih dan kusut menyelimuti wajahku yang tak seberapa oval dengan kedua mata berkaca-mata yang menggambarkan siapa diriku. Sedari dulu aku adalah seorang gadis cupu yang tiap harinya berkutat dengan buku-buku tebal yang dengan kilat sudah habis aku baca. Gadis yang pendiam. Dengan kesan arrogant dan sombong. Karena rona wajahku yang nampak jutek dan judesnya minta ampun itu. Tapi semua itu seakan telah pergi dari sosokku. “Pergi sementara dan akan segera kembali lagi” itu yang aku mau.
            Sesampainya di rumah aku segera menyalakan laptop kesayanganku. Dan dengan perasaan yang masih galau, kutuliskan apa yang sedang terjadi padaku hari itu. Mulai dari A hingga Z. Hati yang remukpun menghampiriku. “Mengapa aku bisa seperti ini? Kembalikan aku Tuhan ke sosokku yang dulu! Aku tak sanggup bila harus seperti ini.” Pintaku.
            Sesekali aku memandang cermin dikamar. Bertanya-tanya sendiri tentangku. Tentang diriku yang rumit belakangan hari ini.
Kemarin lusa tepatnya, “Ayah, Carissa pengen ikut bimbingan belajar diluar sana!” aku meminta. “Apa? Bimbingan belajar? Ayah sedang tak punya uang.” Itu jawaban ayahku.
Ketika itu aku tak bisa berbicara apa-apa lagi. Karena memang benar adanya, orang tuaku memang berlatarbelakang sederhana. Pekerjaan sebagai seorang karyawan swasta penghasilannya pas dengan keseharian. Jika ditambah dengan biaya bimbingan belajar yang aku pinta memang tidak sebanding. Karena di jaman sekarang semua serba mahal. Apalagi pendidikan. “Tapi mengapa ya, Tuhan? Mengapa kau jadikan aku seperti ini? Bukankah sebelumnya aku sudah meminta kepadamu, bahwa jika nanti kedua orang tuaku belum bisa membiayai bimbingan belajar untukku, kau akan tetap memberiku kecerdasan yang mampu menutupi kekuranganku? Tapi mengapa seperti ini? Bahkan soal yang dimata teman-temanku nampak mudah, dimataku sulit ya, Tuhan? Mengapa? Apa yang akan kau rencanakan terhadap hal ini?” tanyaku tanpa henti. Sembari berdo’a agar ada hikmah yang baik akan semua hal ini.
            Sore ini. Sepulang sekolah. Kulihat pemandangan rumah yang tak seperti biasanya. Sepi, sunyi, dan berantakan. Bau pengap muncul mulai pekarangan hingga belakang rumah. Ku cari sosok ibu yang selalu aku sayangi itu. Ternyata dia sedang tertidur di atas kasur tidur di kamarku. Tak ada penerangan di dalamnya. Gelap. Dan panas sekali hawa kamar itu. Aku yang memulai menyapa ibu, dengan sedikit senyumnya yang pasi dia tak menjawab. Kunyalakan lampu redup di kamarku yang sudah waktunya diganti dengan neon baru itu. Dan kala itu barulah terlihat raut kesedihan di mata ibu. Ternyata dia baru saja menangis. Entah apa sebabnya. Dia masih tak mau bercerita denganku. “Mungkin ibu butuh sendiri dulu, butuh waktu untuk meredam suasana hatinya dan barulah bercerita denganku ini...” ujarku memandang langit-langit kamar yang hampir retak sebagian itu.
            “Ibu baru saja bertengkar dengan Ayahmu, nak...” ujarnya dengan tatapan mata yang sudah sembab.
            Aku tak menyahut. Aku sudah mengira akan hal ini. Karena ibu tak seperti biasanya yang meninggalkan pekerjaan rumah dan mengurung diri di kamar. Sebelumnya hal yang sama sudah terjadi. Dan tak jauh bebeda dengan kali ini. “Ayahmu meminta kami untuk bercerai, nak.” Tegas ibu sekali lagi. Kata-kata itu singkat. Namun dalam maknanya. “Mengapa ibu?” tanyaku dengan mata sayu. “Sewaktu bertengkar tadi, ibu membahas dan menuntut untuk melunasi biaya sekolahmu, nak. Termasuk bimbingan belajar yang kamu inginkan itu. Namun nihil, ayahmu malah marah terhadap ibu, dan berkata seperti itu.” Jelasnya. “Ibu, sudahlah aku sudah mengikhlaskan jika memang ibu dan ayah tak mampu membiayai bimbingan belajar untukku. Aku tidak apa ibu. Namun satu yang terus akan menjadi pintaku kepada Tuhan, aku berharap dia akan selalu memberiku kecerdasan yang mampu menutupi semua kekuranganku ini.”
            “Tapi nak...”
            “Sudah ibu, Carissa ikhlas. Percayalah. Sekarang ibu jangan terlalu memikirkan hal itu ya! Ibu makan siang ajah dulu, sebentar Carissa ambilkan.” Aku menuju dapur kecil di belakang rumahku yang juga kecil itu. Tak ada makanan sedikitpun. “Mungkin ibu sedang tidak memasak hari ini.” Ujarku sambil merogoh sakuku. Kudapati enam ribu limaratus, tak lebih. Aku memandang langit-langit yang tampak dari celah atap yang mulai berlubang. “Ohh Tuhan, inikah ujian yang sedang kau berikan kepada keluargaku kali ini?” nilaiku yang menurun menjadi perwakilannya. Lantas pertengkaran dan ambang perceraian antara kedua orang tuaku. Aku sudah tidak tahu ingin berkata apa lagi. Yang pasti perekonomian kelaurga telah menjadi dampak mengenai semua ini. Aku menundukkan kepala. Berharap aku mampu dan terus mampu untuk membahagiakan ibuku yang sangat aku sayangi itu.

Comments

Popular posts from this blog

Memperingati Hari Ibu : Sayang Bunda Padaku

By : Miftachul Janna E-mail : jannamiftachul@yahoo.co.id Website : www.miftachuljanna.blogspot.com             “Bunda, bisa jemput aku di sekolah sekarang?” pintaku melalui telepon genggam milikku itu.             “Iya, sayang... Memang kamu sudah pulang? Ini kan baru jam berapa?” kutenggok jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kiriku. Pukul sepuluh pagi lebih lima menit. Waktu yang masih pagi. Baru terpikir dalam benakku, pasti bunda khawatir ada apa denganku karena tak seperti biasanya aku pulang pagi seperti ini. Bunda yang mengangkat telepon di sebrang sana segera mengiyakan. Dan aku tau betul jika bunda segera meluncur ke sekolah untuk menjemputku.

Kutulis Untuk Ayah

By : Miftachul Janna E-mail : jannamiftachul@yahoo.co.id Website : www.miftachuljanna.blogspot.com             Banyak hal di dunia ini yang tidak kita mengerti. Begitu pula banyak hal yang tidak kita ketahui. Dan aku juga tidak tau mengapa aku dilahirkan dari seorang ibu yang bersuami seperti ayahku. Ayah yang menurutku selama ini mengacuhkan aku sebagai anaknya. Entah benar atau salahkah aku berkata seperti ini? Karena terkadang ibu yang sabar juga marah terhadap sikap ayah. Ibu adalah sosok ibu yang tidak pernah pantang menyerah. Sosok seorang wanita yang tegar bagiku. Karena dia mampu menghadapi ayahku yang notabene-nya seorang pemarah dan temprament, ibu tidak pernah berkata padaku untuk membenci ayah. Begitupula aku, tidak pernah berniat untuk membenci ayah. Karena bagiku baaimanapun dia, dia tetaplah ayahku.             Namun banyak hal di dunia ini yang tidak aku dapati penjelasannya. Mengenai mengapa ayahku mengacuhkanku? Sedari dulu,

Ketika Teknologi Digital Menghampiriku

By : Miftachul Janna E-mail : jannamiftachul@yahoo.co.id Website : www.miftachuljanna.blogspot.com Presented  by NGAWUR , Powered by Pusat Teknologi http://ngawur.org http://pusatteknologi.com http://bloggernusantara.com Ketika Teknologi Digital Menghampiriku Hmm. Mulai dari mana ya aku ngomongnya. Hehe. Mulai dari ketika Teknologi Digital menghampiriku aja deh. Teknologi Digital sudah tak bisa dipungkiri keberadaannya sekarang. Apalagi di kalangan remaja seperti aku ini. Teknologi digital pada dasarnya dibedakan menjadi 2 (dua) dari segi penggunaannya, yakni : a.        Segi Negatif Ketika alat-alat elektronik jatuh ke tangan manusia, alat-alat tersebut disalah gunakan. Mulai dari handphone yang untuk media porno. Televisi demikian pula. DVD demikian pula. Hmm. (banyak banget kayaknya kalau di ucapin satu-satu, hehe) Laptop, notebook, komputer untuk menghack situs seseorang maybe. Atau untuk menjelek-jelekan seseorang, komun